Saturday, August 16, 2014

Warna-Warni Nusantara


Nusantara yang penuh warna menjadi kebanggaan bagi kita, anak bangsa. Pulau-pulau yang berjajar dari Pulau We sampai Tanah Papua menyimpan kekayaan yang luar biasa. Suku, agama, ras yang berdiam di nusantara menyumbang keanekaragaman budaya. Bahasa, tarian, nyanyian, hingga adat istiadat yang berbeda menjadi keunikan negara kita. Indahnya perbedaan dalam satu nama, Indonesia. Perbedaan itu lebih sempurna ketika semuanya memiliki hasrat untuk hidup damai berdampingan. Keinginan untuk menyadari adanya perbedaan di sekitar kita menjadi awal untuk melihat indahnya perbedaan itu sendiri. Semangat “Bhineka Tunggal Ika” menjadi cara untuk mempersatukan perbedaan yang ada.

Setiap kita seharusnya menyadari adanya perbedaan, dan betapa indahnya perbedaan. Indah seandainya label suku ataupun ras yang melekat dalam diri menjadi media untuk semakin mencintai Indonesia, menghargai keberadaan yang lainnya. Keunikan-keunikan dari setiap suku yang berbeda di Indonesia seharusnya menciptakan kehidupan bertoleransi, bukannya meningkatkan sukuisme yang berlebihan hingga mengaburkan nasionalisme. Indah sepertinya melihat kehidupan umat beragama yang saling bertoleransi. Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Khonghucu memiliki cara yang berbeda untuk memuji Yang Maha Esa. Akan terasa indah apabila masing-masing dari kita menghargai cara setiap keyakinan dalam memuji-Nya. Indonesia yang unik akan semakin elok namanya dengan kedamaian yang tercipta.

Barangkali tidak dapat dipungkiri, termasuk saya, bahwa sejak lahir label suku, agama, ras sudah melekat otomatis dalam raga. Bahkan kita tidak dapat memilih untuk terlahir sebagai Sunda, Dayak, Bugis, Toraja, ataupun Papua. Namun, sebagai insan yang terlahir dengan label tertentu kita dapat memilih untuk menghargai yang lainnya. Jawa memanglah suku dengan jumlah populasi paling banyak dan tersebar di mana-mana, akan tetapi tak boleh kita lupa bahwa Papua juga saudara kita yang juga berkontribusi mengharumkan nama bangsa. Begitu juga Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, tetapi agama lainnya ada dan memiliki hak kewajiban yang sama dalam kehidupan bernegara. Ada saatnya di mana sebagai anak bangsa kita bangga memamerkan kearifan lokal budaya daerah kita. Atas alasan suku yang sama, kita bersama mempertahankan adat istiadat yang ada serta berlomba semakin meningkatkan kecintaan pada budaya lokal kita. akan tetapi kita adalah bagian dari Indonesia dengan semangat “walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua” kita lepaskan label suku, agama, maupun ras yang melekat dalam diri untuk membangun negeri kita.

Sayangnya, beberapa dari kita salah dalam memandang perbedaan yang ada. Tidak semua dapat memahami dan menerima perbedaan yang berkembang di nusantara. Berbagai stereotype muncul atas golongan tertentu. Stereotype yang dapat memancing kerusuhan antar golongan. Stereotype demikian berkembang dalam masyarakat Indonesia, dan celakanya apabila diturunkan pada generasi berikutnya. Seolah-olah semua yang bersuku tertentu identik dengan stereotype yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Jarang diantara kita yang akhirnya memandang seseorang sebagai individu yang bebas dan unik. Label suku telah membuat seorang bayi terlahir dengan penilaian yang sudah ada.

Sejak lahir, keluarga memperkenalkan kita pada budaya. Kita terlahir sebagai warga negara Indonesia, tetapi secara lebih khusus kita diperkenalkan pada apa suku, ras, dan agama kita. Bahkan tak sempat kita memilihnya, bukan?!  Sejak dini, anak-anak diperkenalkan pada adat istiadat sukunya, mulai dari bahasa daerah, lagu daerah, sampai pada tradisi-tradisi yang ada. Hal positif tentunya ketika orang tua menanamkan sikap nguri-nguri kabudayan, dalam istilah Jawanya. Bahkan di usia sekolah dasar, setiap sekolah memiliki kurikulum yang memuat muatan lokal sebagai salah satu mata pelajaran. Anak-anak bagai kertas kosong yang dengan mudah menerima pengetahuan apapun dari sekitarnya. Dan begitu indahnya ketika mereka diharuskan menghafalakan keragaman budaya di Indonesia. Ketika anak-anak diperkenalakan pada perbedaan yang nyata ada menjadi awal mereka untuk mengenal dan menghargai perbedaan. Sayangnya, selain keanekaragaman budaya yang positif, sejak dini kita juga diperkenalkan dengan stereotype-stereotype negatif tentang suku atau golongan tertentu. Stereotype inilah yang mencipatakan persepsi buruk terhadap satu golongan tertentu. Akhirnya perbedaan tidak dipandang sebagai keragaman yang patut dibanggakan, tetapi lebih kepada kompetisi untuk saling mengunggulkan diri dan memandang sebelah mata pada yang lain.
Parahnya, perbedaan menjadi alasan untuk saling bertikai dan memperkuat golongan. Perbedaan menjadi alasan untuk melakukan kekerasan. Pada realitanya, perbedaan menjadi penyebab adanya anarkisme di sejumlah sudut kota di Indonesia. Pada kenyataannya perbedaan inilah yang menjadi bumerang bagi keharmonisan negara kita. Berapa kali pemberitaan media menyebutkan perilaku tawuran antar suku?! Seseorang yang berasal dari suku A mendapatkan perlakuan buruk dari orang yang berasal dari suku B, dan karena itu keduanya mengumpulkan massa untuk saling bertikai. Barangkali siapa yang menang akan dianggap seolah-olah menjadi suku yang hebat dan tak terkalahkan. Berapa kali kita mendengar kekerasan atas nama agama?! Sekumpulan orang seolah menganggap ajarannya yang paling benar dan melarang hak-hak agama lainnya.

Ironis sekali memang mendengar pemberitaan yang demikian. Perbedaan yang seharusnya menjadi indah tertutup oleh sikap anarkis. Perbedaan yang dapat menjadi nilai tambah bagi Indonesia justru menjadi senjata ampuh untuk memporak-porandakan persatuan. Bagaimana kita memandang perbedaan sepertinya akan menentukan bagaimana kita memperlakukan perbedaan itu. Bagi saya, perbedaan itu ada dan selalu ada, dan akan menjadi warna bagi nusantara. Perbedaan itu indah ketika kita terbuka dan bersedia dengan kerendahan hati untuk menerimanya. Layaknya warna pelangi yang memberikan keindahan hamparan langit biru, demikian perbedaan mewarnai nusantara. Bagaimana menurut Anda?


Sebuah tulisan anak bangsa yang merindukan kehidupan harmonis di atas perbedaan yang ada di nusantara.

No comments: