Monday, August 11, 2014

(Bukan) Tentang Kedai Kopi

-sebuah fiksi-
Suatu senja di sudut kota, aku duduk diantara meja.
Di sebuah kedai sederhana yang menjajakan aneka minuman khas nusantara lengkap dengan desain tempat yang memanjakan mata.
Sehabis menikmati perjalanan panjang, duduk sebentar sekedar melepas lelah.
 Mata menyapu sekitar, menemukan pelayan mondar-mandir membawa pesanan pelanggan.
Banyak orang berlalu lalang.
Beberapa membawa pasangannya dan yang lain bersama teman-temannya dan hanya aku yang sendiri mengamati mereka.  
Belum sempat kutemukan jawabnya. “Pyarrr…”.

Seorang pelayan perempuan menjatuhkan satu nampan bawaanya. Berjarak satu meter di depan mataku. Memecah lamunanku. Aku lihat jelas gelas yang melayang, aliran air soda yang tumpah, dari atas ke bawah hingga menyentuh lantai. Pecahan beling berserakan, dan seketika semua mata tertuju pada titik itu. Titik di mana pelayan perempuan itu bermimik panik dan ketakutan. Dunia tidak berakhir karena kecerobohannya, tetapi rautnya jelas menunjukkan ketakutan luar biasa. Tangannya gemeteran sambil membersihkan pecahan gelas. Dari belakang dua pelayan lain menghampiri dan membantunya, walaupun itu tak mengurangi kepanikan dari raut wajahnya. Barangkali dia karyawan baru di kedai ini. Tatapan mata para  pelanggan seolah menghakimi, menurunkan reputasinya.

Di luar sana, terdengar rintik hujan jatuh di atap kedai yang berbahan asbes. Kedengarannya cukup deras.
Malam, lampu remang, keramaian, dan hujan.
Komposisi yang tepat untuk meneguk kopi hangat yang telah tersaji.
Kuhela napas dan meneguk secangkir kopi di hadapannku.
Bau kopi khas membawa mataku pada sudut lain di kedai itu.
Di dekat kasir terlihat alat-alat musik yang sedang ditata. Sepertinya itu para pemain live music di kedai ini. Keyboard, gitar, bass, dan satu orang membawa microphone.
Sesaat kemudian terdengar lantunan lagu “sempurna” Andra n the blackbone, menghangatkan suasana. Kegentingan tragedi gelas jatuh seolah tak pernah ada , hujan di luar sana pun tak terasa, alunan musik mengubah suasana. Sempurna! Aku pun berdiri menghampiri kasir, kembali berjalan dengan atmosfer baru. Di bawah rintik hujan, lalu lintas kota, dan sorot lampu beserta bayangannya.

Ini bukan tentang aku dan kedai kopi.
Kira-kira begitulah kehidupan dalam versiku.
Seperti seorang petualang yang menikmati perjalanan.
Setiap langkah adalah pelajaran.
Setiap moment adalah inspirasi.
 Tiap imaji adalah mimpi.
Dan tiap jumpa dengan seorang yang lain adalah pengalaman berharga.
Mengamati sekeliling dengan rasa penasaran, penuh prasangka, dan mencoba menerka. Hingga akhirnya menemukan satu hal baru.
Lalu kembali melangkah untuk mencari hal baru lainnya.
Bersama dengan suasana, kondisi, situasi, dan prasangka baru. Melangkah hanya melangkah dan terus melangkah.
 Satu waktu akan muncul kata mengapa dan satu waktu yang lain seolah menemukan jawabnya.
Karena langkah-langkah ini bagaikan mengapa yang senantiasa menuntut jawabnya.
 Di sela tanya, hati pun mencari hasratnya.
 Sesuatu yang menjadikan langkah semakin mantap saja.
Mencari, mencari, dan terus mencari sampai hasrat terdalam itu menjadi nyata.  

No comments: